KASUS PERKAWINAN III: PERNIKAHAN ADAT ORANG YANG DIBAPTIS

Apakah perkawinan dua orang yang dibaptis secara adat adalah sakramen? Apakah harus dicatat dalam surat baptis?
Pertama, Dalam bagian akhir Kan. 1055 § 1 dikatakan bahwa perkawinan orang-orang yang dibaptis oleh Kristus Tuhan diangkat menjadi Sakramen. Lalu dilanjutkan dalam paragraf § 2, karena itu antara orang-orang yang dibaptis, tidak dapat ada kontrak perkawinan sah yang tidak dengan sendirinya sakramen.
Kedua, konsekuensi dari kanon di atas terhadap sakramentalitas perkawinan antara orang-orang yang dibaptis adalah juga menyangkut bagaimana status yuridis perkawinan itu (apakah sah atau tidak, apakah ada halangan-halangan atau cacat pada kesepakatan nikah atau dilaksanakan di luar tata peneguhan kanonik). Jadi pentinglah dimengerti pemahaman yang benar tentang perkawinan sah sakramental. Artinya, sebuah perkawinan harus merupakan sebuah kontrak perkawinan yang sah terlebih dahulu. Andaikan kontrak itu sendiri tidak sah maka perkawinan itu tidak pernah sah bahkan nulum atau tidak ada, sebagai konsekuensi dari sebuah perkawinan yang tidak sah.
Ketiga, perkawinan orang Katolik itu sah bila dilangsungkan dalam forma canonica (Tata peneguhan kanonik), sebab kesepakatan nikah harus diungkapkan secara legitim (bahkan jika salah satu saja yang Katolik) seturut kan. 1108 § 1. Berkaitan dengan kasus ini, pernikahan orang Katolik di luar tata peneguhan kanonik adalah tidak sah (diadakan hanya secara adat/sipil), .
Keempat, bagaimana mengesahkannya? Gereja menyediakan sarana untuk mengesahkan perkawinan yakni dengan mengkonvalidasi secara biasa (simplex) atau dalam kasus extraordinari dengan sanatio in radice. Artinya sebuah perkawinan putatif yang secara objektif tidak sah karena adanya halangan yang membatalkan (semata-mata Gerejawi), atau cacat kesepakatan nikah, atau cacat pada forma kanonik dapat dikonvalidasi/divalidasikan. Dalam kasus ini, jika perkawinan adat antara orang-orang yang dibaptis itu hanya terhalang pada cacat forma kanonika, maka pernikahan mereka bisa disahkan dengan menggunakan forma biasa, yakni dihadapan peneguh perkawinan (pastor/diakon) dan dihadapan dua saksi (kan. 1160). Jika ada halangan-halangan lain di luar itu maka harus dipastikan halangan-halangan itu sudah terhenti atau sudah dimintakan dispensasi.
Kelima, administrasi pencatatan perkawinan di catat dalam buku perkawinan (liber matrimoniorum, Kan 1121) dan buku baptis (liber baptismorum, kan. 1122) hanya pada perkawinan yang dilaksanakan dalam tata peneguhan kanonik (atau juga yang didispensasi darinya sesuai Kan. 1121 § 3). Tentu saja gereja dalam hal ini mengurusi perkara administratif sejauh dalam lingkup kompetensinya. Perkawinan dalam kasus ini baru dicatat dalam buku baptis dan buku perkawinan setelah konvalidasi dilakukan (kan. 1123).
Kan. 1055§ 1-2, Kan. 1121, 1122, 1123.

Comments

Popular Posts