Sanatio In Radice (Penyembuhan pada Akar)
Dalam kasus partikular tertentu, ketika konvalidasi biasa/sederhana (simplex) tidak mungkin dilakukan, sebuah perkawinan putatif dapat disahkan melalui proses konvalidasi luarbiasa yang dikenal sebagai penyembuhan pada akar (sanatio in radice). Dalam kan. 1161 § 1 disebut bahwa kekhasan dari konvalidasi ini ialah tanpa disertainya pembaharuan kesepakatan (renovatio consensus) sebagaimana yang dituntut pada konvalidasi biasa. Artinya, konsensus selalu harus masih ada dan masih berlaku antara pihak suami dan istri, bahkan jika salah satu pihak tidak memiliki kesepakatan itu (baik sejak semula tidak ada {ketika hari pernikahan}, atau semula ada lantas dalam perjalanan waktu ditarik kembali) maka konvalidasi ini tidak bisa diberikan (kan.1162 § 1).
Kesepakatan nikah yang benar, penuh dan bebas itu adalah syarat mutlak dalam proses ini dan tidak bisa ditiadakan (conditio sine qua non). Mengapa? sebab jika dipantau dari sisi yuridis kan. 1057 § 1 disebutkan bahwa kesepakatan yang dibuat secara legitim oleh kedua mempelai itulah yang membuat perkawinan ada, bahkan tak tergantikan. Maka bisa disebut di sini bahwa kesepakatan nikah itu merupakan radix/akar dari sebuah perkawinan. Jadi akar perkawinan yang adalah konsensus itu lahir dari sebuah perkawinan resmi-publik, misalnya perkawinan agamis, perkawinan yang tunduk pada hukum adat, sipil-pemerintahan, dll. Hal ini sangat fundamental untuk menegaskan kapan adanya sebuah konsensus, dan baru kemudian mengefektifkan sanatio in radice.
Namun, kesepakatan nikah/konsensus yang sah tidak lah cukup. Konsensus yang sah tidak bisa bekerja secara efektif dan tidak mampu menghasilkan sebuah perkawinan yang sah apabila masih memiliki halangan-halangan nikah atau cacat dalam forma canoica. Konsensus yang terhalang inilah yang dipulihkan melalui sanatio in radice. Melalui konvalidasi ini, otoritas yang berwenang memberikan dispensasi atas halangan-halangan jika ada, dispensasi untuk dibebaskan dari pelaksanaan tata peneguhan kanonik apabila dulu tidak dilakukan dan diberikan adanya pembaharuan konsensus sebagai kekhasannya. Inilah keistimewaan dari sanatio in radice. Singkatnya yang disembuhkan oleh konvalidasi ini hanyalah halangan-halangan nikah (gerejawi) atau cacat pada tata peneguhan kanonik, sejauh kesepakatan kedua pihak masih berlangsung (kan. 1163 § 1).
Konvalidasi ini berlaku/terjadi sejak kemurahan itu diberikan oleh otoritas yang berwenang. Akan tetapi daya surut atau efek kanonik dari konvalidasi ini dihitung sejak saat perayaan perkawinan (berlaku surut) (kan. 1161 § 1-2). Artinya validitas perkawinan yang akarnya dipulihkan secara luarbiasa ini berlaku efektif pada hari kemurahan itu diberikan. Namun, efek kanonik berlaku ke masa lampau sejak hari perayaan perkawinan dilangsungkan. Dampaknya apa? Secara langsung bagi anak-anak yang dilahirkan dalam perkawinan ini secara hukum mereka adalah anak-anak yang sah.
Konvalidasi ini sekali lagi hanya diberikan dalam kasus-kasus partikular dimana konvalidasi biasa terlalu sulit dijalankan. Kan 1161 § 3, menegaskan rambu-rambu pemakaian sanatio in radice hanya jika besar kemungkinan bahwa pihak-pihak yang bersangkutan mau bertekun dalam hidup perkawinan mereka, dan kan. 1163 § 3 mengisyaratkan adanya alasan berat untuk penggunaannya.
Kekhasan dari konvalidasi luarbiasa ini adalah bahwa konvalidasi dalam sanatio in radice dilakukan bukan oleh kedua atau salah satu pasangan dalam perkawinan itu (sebagaimana yang terjadi dalam konvalidasi simplex) melainkan oleh otoritas gerejawi yang berwenang sebagai pemberi yang sah. Bahkan pemohon pada konvalidasi jenis ini secara sah bisa dilakukan oleh pihak lain (selain pasangan, misalnya pastor paroki atau otoritas gerejawi) juga jika tanpa sepengetahuan satu atau kedua pihak yang bersangkutan (kan. 1164). Misalnya seorang pastor paroki yang dengan tidak sengaja melalaikan sebuah dispensasi atas sebuah perkawiinan yang ia selidiki kanoniknya dan bahkan ia teguhkan. Tentu saja ada bahaya dan dampak yang luar biasa jika pasangan itu mengetahui bahwa perkawinan mereka selama ini invalid atas kelalaian itu. Maka konvalidasi ini dimungkinkan pelaksanaannya, juga tanpa sepengetahuan kedua pasangan.
Sedangkan siapa yang berkompetensi atas sanatio yakni Tahta Apostolik, juga Uskup Diosesan, selain beberapa halangan yang hanya direservasi oleh Tahta Suci (kan. 1165 § 1-2). Contohnya halangan-halangan yang direservasi menurut kan. 1078 § 2, ikatan dari tahbisaan suci, kaul kemurnian publik tingkat kepausan dan kejahatan crimen.
Comments
Post a Comment