KASUS PERKAWINAN VIII: PERKAWINAN RAHASIA
Apa itu perkawinan rahasia? Mengapa perkawinan harus di rahasiakan?
|
Pertama, perkawinan rahasia (matrimonium segreto celebrandum) merupakan sebuah bentuk perayaan perkawinan yang dilakukan hanya di hadapan seorang peneguh dan dua saksi. Rahasia di sini menegaskan sifat perayaan yang bertentangan dengan perkawinan biasa-publik. Namun esensi perkawinan itu sendiri tetap sama, konsensus dan forma kanonik yang tetap harus dilakukan, meski secara rahasia pula (bdk, Kan. 1131 § 1).
Kedua, perkawinan rahasia dalam Kan. 1130 mengindikasikan 2 syarat pelaksanaan yakni: 1) Adanya alasan yang berat dan mendesak. Artinya alasan yang berat dan mendesak inilah yang memungkinkan perkawinan rahasia diizinkan untuk dilaksanakan. Kan. 1104 CIC tahun 1917 bahkan menyatakan perkawinan rahasia hanya boleh dilaksanakan atas alasan yang “sangat-sangat” berat dan “sangat-sangat” mendesak. “Sangat-sangat” disini dipakai untuk menghindari kesan bahwa perayaan perkawinan yang demikian merupakan sebuah “pilihan” atau model perkawinan lain di luar bentuk biasa-publik. Namun dalam CIC 1983 yang berlaku sekarang, kata “sangat-sangat” ini dihapus. Perli disadari alasan yang berat saja tidak cukup untuk mengijinkan sebuah perkawinan dilakukan secara rahasia. Alasan yang berat itu harus dilengkapi dengan situasi “urgen”, yang tidak bisa ditunda-tunda lagi. 2) Demi licitnya, perkawinan rahasia tidak dilakukan begitu saja, tetapi harus dimintakan ijin dari ordinaris wilayah. Kanon 1104-CIC 1917 menegaskan yang bisa memberi ijin untuk pelaksanaan sebuah perkawinan rahasia hanya uskup diosesan, vikaris jendral tanpa mandat khusus tidak bisa memberikan ijin itu. Namun dalam CIC 1983 sekarang, ordinaris wilayah bisa memebrikan ijin setelah menimbang dan mendengar dengan baik alasan-alasan tersebut.
Ketiga, Mengapa perkawinan rahasia perlu dihindari? Sebab perkawinan demikian bisa disalahgunakan oleh pihak-pihak yang berkepentingan, misalnya demi alasan menikah lagi secara diam-diam, dll.
Keempat, sifat kerahasiaan dari perkawinan ini mengikat semua pihak yang mengetahui pelaksanaannya. Misalnya ordinaris wilayah (yang kepadanya ijin dimintakan), peneguh (entah imam atau diakon) dan kedua saksi, tentu saja juga pasangan itu sendiri. Untuk menjaga kerahasiaan itu, ordinaris wilayah bisa membuat semacam surat formal yang berisikan janji/sumpah untuk menjaga rahasia yang ditandatangani oleh semua yang disebut di atas.
Kelima, sifat kerahasian ini membebaskan perkawinan tersebut dari pengumuman publik, dan kemudian pasca perayaan, fakta tentang perkawinan itu hanya dicatat di dalam sebuah buku catatan khusus dan disimpan pada arsip kuria keuskupan (kan. 1133). Jadi perkawinan tidak dicatat dalam buku perkawinan di paroki di mana perkawinan itu dilaksanakan sebagaiman yang sebetulnya dituntut dalam Kan. 1121 § 1, dan juga tidak dicatat di dalam surat baptis di mana mereka berasal, sebagaimana yang dituntut dalam Kan. 1122 § 1.
Keenam, contoh klasik dari perkawinan rahasia misalnya ditemukan dalam Ensiklik Satis Vobis oleh Paus Benediktus XIV (1741), di mana ada kasus dua orang yang hidup sekian lama sebagai pasangan secara konkubinat (bukan sebagai pasangan sah) dan menurut anggapan publik mereka adalah pasangan yang sah! Tentu perkawinan mereka terhalang oleh hukum, publica honesta/kelayakan publik (hukum sekarang, Kan. 1093), dan jika hal ini diketahui tentunya akan menjadi skandal atau sandungan bagi keduanya, juga keluarga/anak-anak. Untuk menghindari skandal yang mungkin ditimbulkan atas pengetahuan ketidaksahan itu, maka dimungkinkan sebuah perkawinan rahasia bagi mereka untuk melegitimasi dan mengesahkan perkawinan itu. Atau kasus lain, adanya petentangan besar antara kedua orang tua dari para pasangan, adanya pertentangan dalam dimensi sosial yang amat berat di antara kedua pasangan dan membahayakan, atau perkawinan itu terhalang secara langsung dengan hukum sipil, misalnya dengan perkawinan itu salah satu pasangan kehilangan jaminan tertentu dari aturan pemerintah/sipil (mis. Pensiun, padahal ia masih memiliki tanggungan untuk anak-anaknya-alasan berat).
|
Kan. 1130-1133
|
Comments
Post a Comment