Dissolutio Matrimonii in Favorem Fidei-Ex Superma Potestas Pontificis (Privelegium Petrinum, in favorem fidei)


Pemutusan perkawinan demi iman dari kemurahan Pontifikal ini adalah pemutusan perkawinan non-sakramen yang secara normatif tidak diatur dalam Kan. 1142-1149. Kemurahan ini adalah pemberian cuma-cuma dari Tahta Suci atas hak yang dimohonkan kepadanya. Tahta Suci dalam hal ini adalah Paus sendiri sebagai kuasa tertinggi (potestas superma) dan memiliki kuasa penuh, potestas ordinaria et propria, atas namanya sendiri dan atas jabatan yang dimilikinya memiliki kuasa untuk memutuskan ikatan perkawinan non-sakramental.
Ada 3 kondisi yang bisa diputus dengan kemurahan pontifikal ini:
i. Perkawinan antara 2 orang tak baptis, lalu salah satu pihak dibaptis, dalam kasus ini, privelegium paulinum tidak bisa dipakai karena syarat hukumnya ada yang tidak terpenuhi, misalnya hasil interpelasi tidak negatif melainkan positif
ii. Perkawinan dua orang yang tidak pernah dibaptis dalam seluruh durasi perkawinan mereka berdua
iii. Perkawinan consummatum, pertama, antara seorang yang dibaptis Katolik dengan non baptis yang didispensasi dari halangan nikah beda agama. Kedua, antara seorang baptis non Katolik (mis. Protestan) dengan seorang non baptis.
Ketiga perkawinan itu bisa diputus oleh kemurahan Tahta Suci dalam instruksi Ut notum est (6 Des 1973). ketiga kondisi diatas diluar cakupan privelegi paulinum, oleh karenanya tidak mungkin diputus menurut syarat-syarat yang dituntut. Satu-satunya jalan ialah melalui permohonan kepada tahta suci. Untuk itu dibutuhkan 3 syarat mutlak (tres sine quibus non);
a) Tidak ada baptis pada salah satu pasangan selama hidup perkawinan mereka
b) Tidak menggunakan perkawinan setelah baptis yang mungkin diterima oleh pihak yang dulu belum dibaptis, artinya harus benar-benar dipastikan bahwa perkawinan yang sebelumnya memang tidak mungkin lagi disatukan.
c) Agar pihak yang tidak dibaptis atau baptis non Katolik memberikan kebebasan kepada pihak Katolik untuk mengimani agamanya sendiri dan mendidik anak-anaknya dalam iman Katolik. Dilakukan dalam sebuah perjanjian dokumental.
Perlu juga dicatat bahwa pihak pemohon bukanlah pihak yang bersalah secara ekslusif, dan juga orang yang akan dinikahkannya bukanlah penyebab perpisahan atas perkawinan sebelumnya.

Comments

Popular Posts