Kasus Perkawinan II: Mandul/Sterilitas


Apakah pasangan yang mandul bisa diceraikan karena tidak mungkin menerapkan prinsip prokreasi dalam perkawinan Katolik?
Pertama, perkawinan pada hakekatnya adalah sebuah perjanjian (foedus/consensus) antara seorang laki-laki dan perempuan yang membentuk sebuah persekutuan (consortium) seumur hidup, yang secara kodrati terarah pada kesejahteraan suami-istri (bonum coniugum) serta kelahiran dan pendidikan anak (bonum prolis).
Kedua, dari pemahaman itu dapat dilihat tujuan perkawinan yakni kesejahteraan suami istri, serta prokreasi (kelahiran anak) dan pendidikan anak. Maka,secara kodrati perkawinan selalu terarah pada dua tujuan itu secara inheren (dengan sendirinya) sebagai sebuah lembaga natural. Maka setiap perkawinan Katolik harus terbuka pada tujuan-tujuan itu. Dengan kata lain sebuah perkawinan harus terarah pada procreatio dan educatio sebagai sebuah konsekuensi kodrati dari unsur hakiki perkawinan yakni kehendak suami-istri untuk membentuk kebersamaan seluruh hidup.
Ketiga, prokreasi harus tetap dipandang sebagai sebuah kekhasan dalam kodrat perkawinan yang natural itu, sekalipun dijumpai dalam beberapa perkawinan, mereka tidak dikaruniai anak. Infertilitas/sterilitas yang menyebabkan tidak adanya keturunan dalam sebuah keluarga tidak mengurangi sedikitpun tujuan perkawinan itu. Singkatnya sterilitas/kemandulan tidak menggagalkan perkawinan. Artinya, tidak bisa digugat keabsahan sebuah perkawinan karena ketidahadiran anak dalam sebuah perkawinan. Sebab unsur esensialnya ialah tujuan prokreatif itu sendiri, bukan perwujudannya dalam fakta tentang kelahiran anak.
Keempat, seringkali kemandulan tidak diketahui sebelum pernikahan dilangsungkan. Entah dari pihak laki-laki maupun perempuan. Sterilitas kemudian diketahui dalam perjalanan perkawinan. Sekalipun pasangan tersebut tidak memiliki anak, namun unsur hakiki perkawinan mereka tetap utuh, mereka tetap bisa menghayati perkawinan Katolik secara penuh dan ekslusif diantara keduanya. Sterilitas tidak mengurangi keabsahan perkawinan kedua pasangan itu.
Keempat, bagaimana jika terjadi bahwa sterilitas itu ternyata sudah diketahui oleh salah satu pasangan, dan disembunyikan untuk menipu pihak lain agar pihak yang ditipu mau menikahinya? Penipuan ini dilakukan untuk mendapatkan kesepakatan nikah pihak yang tertipu. Kasus ini dapat menggagalkan perkawinan sebab salah satu pihak mengalami kekeliruan mengenai kualitas dari pasangannya yang ternyata mandul dan menyembunikan itu untuk mengelabuinya. Jika ini yang terjadi maka perkawinan bisa digugat keabsahanya atas dasar cacat kesepakatan nikah karena tipu muslihat.
Kan. 1055 § 1, Kan. 1084 § 3, dan 1098.

Comments

Popular Posts