MOTU PROPRIO MITIS IUDEX DOMINUS IESUS


MOTU PROPRIO
MITIS IUDEX DOMINUS IESUS
Paus Fransiskus, 15 Agustus 2015
 (Terjemahan bebas penulis)

Isi perubahan:

 a. Dibutuhkan Hanya Satu Putusan Pernyataan Anulasi Perkawinan. Tidak dibutuhkan lagi dua pernyataan anulasi perkawinan, kecuali pihak yang bersengketa bermaksud mengajukan banding. Hal ini mengandaikan adanya kepastian moral dari hakim Tribunal Intansi Pertama berdasarkan norma hukum tentang “ketidak-absahan perkawinan”.
 b. Pendirian Tribunal Hakim Tunggal merupakan Tanggungjawab Uskup Diosesan. penetapan hakim tunggal pada Tribunal Instansi Pertama, yang dijabat oleh seorang klerus, berada dalam tanggungjawab Uskup Diosesan, yang dalam pelayanan pastoral dari kuasa yudisial ini haruslah dijamin dan tidak menyia-nyiakannya.
 c. Uskup Diosesan Adalah Hakim Utama. Berdasarkan ajaran Konsili Vatikan II Uskup Diosesan memiliki semua kuasa terhadap umat gembalaannya, di mana Uskup berperan sebagai Gembala dan Pemimpin, yang memiliki kuasa mengadili umat beriman yang dipercayakan kepadanya. Uskup Diosesan, sebagai hakim utama di keuskupannya, pada gilirannya perlu mengadakan “pertobatan struktur gerejani” (EG, 27) dengan tidak menyerahkan delegasi fungsi yudikatif sepenuhnya kepada tribunal dalam perkara-perkara perkawinan. Hal ini membuka kemungkinan bagi Uskup untuk mengadakan prosedur pengadilan yang lebih singkat dalam penanganan perkara anulasi perkawinan.
 d. Proses Pengadilan Yang Lebih Singkat. Berdasarkan alasan khusus, sangatlah dianjurkan untuk menggunakan prosedur pengadilan yang lebih singkat dalam perkara pernyataan anulasi perkawinan yang ditangani oleh Uskup sendiri sebagai hakim. Namun dalam pilihan ini, Uskup, ketika menjalankan perannya, harus mengutamakan kesatuan iman dan disiplin katolik dengan Tahta Petrus.

 Naik Banding Ke Tribunal Keuskupan Agung. Tetap terbuka kemungkinan untuk melakukan naik banding ke Tribunal Keuskupan Agung. Inilah warisan tradisi Gereja yang telah bertahan sekian abad lamanya.
 f. Tugas Utama Konferensi Waligereja. Konferensi Waligereja berkewajiban untuk mendesak agar pelayanan Gereja Partikular dapat menjangkau kaum beriman yang hilang, serta dengan teguh wajib menyerukan pertobatan. Tentunya hal ini sangat tergantung pada pelaksanaan hak dan kewajiban para Uskup Diosesan untuk mengorganisir kuasa yudisial dalam Gereja Partikular yang digembalakannya. Oleh karena itu Konferensi Waligereja bersama para Uskup Diosesan harus berusaha menerapkan prosedur kanonik perkara pernyataan anulasi perkawinan yang telah diperbarui. Sambil memperhatikan balas jasa bagi fungsionaris tribunal, hendaknya diusahakan adanya pelayanan gratis dalam prosedur kanonik perkara pernyataan anulasi perkawinan, sebab Gereja, harus tampil sebagai ibu yang murah hati bagi umat beriman. Semuanya ini demi keselamatan jiwa-jiwa dan untuk memantulkan kasih Kristus yang olehnya kita semua diselamatkan secara cuma-cuma.
 g. Naik Banding Ke Tahta Apostolik. Dalam perkara tertentu, dapat dilakukan naik banding ke Tribunal Tahta Suci, yakni Rota Romana. Hal ini merupakan penghormatan terhadap hukum yang sangat asali; dalam memperkuat ikatan antara Tahta Petrus dengan Gereja Partikular. Upaya naik banding ke Tribunal Rota Romana dilihat sebagai usaha untuk membatasi pelecehan hak, dan tidak untuk membahayakan keselamatan jiwa-jiwa. Untuk itu secepatnya diusahakan adanya pembaruan peraturan peradilan Rota Romana.
 h. Ketentuan Khusus Untuk Gereja-Gereja Katolik Timur. Telah disusun juga secara tersendiri pembaruan prosedur kanonik perkara anulasi perkawinan untuk Gereja-Gereja Katolik Timur di dalam Codex Canonum Ecclesiarum Orientalium (CCEO)

KANON BARU
Art. 1 PENGADILAN YANG BERWENANG

Kan. 1671, § 1. Perkara-perkara perkawinan orang-orang yang telah dibaptis merupakan wewenang hakin gerejawi berdasarkan haknya sendiri.
§ 2. Perkara-perkara mengenai akibat-akibat perkawinan yang sifatnya semata-mata sipil merupakan wewenang pengadilan sipil, kecuali hukum partikular menetapkan bahwa perkara-perkara itu, jika sifatnya insidental dan tambahan, dapat diperiksa dan diputus oleh hakim gerejawi.

Kan.1672. Dalam perkara-perkara nulitas perkawinan yang tidak direservasi bagi Tahta Apostolik, yang berwenang adalah:
1° Pengadilan dari tempat perkawinan dilangsungkan
2° Pengadilan dari tempat satu atau kedua pasangan memiliki domisili atau kuasi-domisili
3° Pengadilan dari tempat de facto sebagian besar bukti dapat dikumpulkan

Kan. 1673. § 1. Di setiap keuskupan hakim instansi pertama untuk setiap perkara nulitas perkawinan, jika tidak dinyatakan kekecualian oleh hukum, adalah uskup diosesan, yang dapat melaksanakan kuasa yuisial secara pribadi atau melalui orang lain sesuai norma hukum.
§ 2. Uskup hendaknya membentuk di kesukupannya pengadilan diosesan untuk setiap perkara nulitas perkawinan, juga tanpa mengurangi kuasanya, mengajukan ke pengadilan diosesan terdekat atau pengadilan iterdiosesan.
§ 3. Perkara-perkara nulitas perkawinan ditangani oleh sebuah kolegium yang terdiri dari tiga orang hakim. Yang harus diketuai oleh seorang hakim yang adalah klerikus, sedangkan para hakim anggota bisa dari kalangan awam.
§ 4. Uskup moderator, jika pengadilan kolegium tidak bisa dibentuk pada keuskupannya atau pada pengadilan terdekat yang dipilih sesuai ketentuan § 2, dapat mempercayakan perkara-perkara itu kepada seorang hakim tunggal yang adalah klerikus, jika mungkin, didampingi oleh dua asesor yang teruji hidupnya, memiliki keahlian dalam bidang hukum dan kemanusiaan, disetujui oleh uskup untuk pekerjaan ini, hakim tunggal yang sama, mempunyai kompetensi untuk melaksanakan fungsi-fungsi sebuah kolegium tribunal, yakni sebagai ketua dan ponens.
§ 5. Pengadilan tingkat dua demi keabsahannya harus selalu kolegial, sesuai ketentuan dalam § 3.
§ 6. Proses naik banding dari pengadilan tingkat pertama ke pengadilan metropolit tingkat dua, sesuai ketentuan kanon 1438-1439 dan 1444.


Art. 2 HAK MENGGUGAT PERKAWINAN

Kan 1674 § 1. Dapat menggugat perkawinan:
1° pasangan suami/istri;
promotor iustitiae, jika nulitasnya sudah tersiar, apabila perkawinan itu tidak dapat atau tidak selayaknya disahkan.
§ 2. Perkawinan, yang semasa pasangan masih hidup tidak digugat, juga tidak dapat digugar sesudah kematian salah seorang atau keduanya, kecuali masalah validitasnya merupakan hal yang harus diputus lebih dahulu untuk menyelesaikan sengketa, entah dalam pengadilan kanonik entah dalam pengadilan sipil.
§ 3. Namun jika suami atau istri meninggal selama perkara berjalan, hendaknya diindahkan kan. 1518.

Art. 3. PENGANTAR DAN INSTRUKSI ATAS PERKARA

Kan. 1675. Hakim, sebelum menerima perkara, harus memiliki kepastian bahwa sebuah perkawinan yang sudah terjadi itu telah gagal, dan kehidupan bersama tidak mungkin dipulihkan kembali.

Kan. 1676 § 1. Setelah menerima libellus, vikaris yudisial, jika ia menganggap itu memiliki dasar-dasar, menerimanya, melalui dekret yang dicantumkan di bawah libellus, memerintahkan agar satu salinan disampaikan kepada defensor vinculi, namun jika libellus belum ditandatangani oleh kedua pihak, juga responden, kepada mereka diberikan waktu lima belas hari untuk menyampaikan pandangan mereka atas petisi itu.
§ 2. Setelah lewat masa waktu yang diberikan, dan setelah pihak lain diingatkan untuk menyampaikan pandangan-panangannya dan sejauh diperlukan, setelah mendengarkan defensor vinculi, vikaris yudisial merumuskan dengan dekretnya sendiri rumusan keraguan dan memutuskan apakah kasus dapat ditangani dengan proses biasa atau dengan proses yang lebih singkat menurut kan. 1683-1687. Keputusan ini harus segera disampaikan kepada kedua pihak dan kepada defensor vinculi.
§ 3. Jika perkara harus ditangani melalui proses biasa, vikaris yudisial, dengan dekret yang sama, menyusun pembentukan sebuah kolegium hakim atau seorang hakim tunggal dengan dua asesor menurut kan. 1673, § 4.
§ 4. Namun, apabila diputuskan menggunakan proses yang lebih singkat, vikaris yudisial bertindak sesuai norma kan. 1685.
§ 5. Rumusan keraguan harus menentukan dasar atau dasar-dasar mana dari validitas perkawinan yang diuji.

Kan. 1677 § 1. Defensor vinculi, para pembela yang sah dari pihak-pihak itu, juga promotor iustisiae, jika terlibat dalam persidangan, mereka memiliki hak-hak berikut:
1° hadir dalam pemeriksaan pihak-pihak yang bersangkutan, para saksi, dan para ahli, dengan tetap mengindahkan kan. 1559;
2° memeriksa tindakan-tindakan persidangan, bahkan jika belum diumumkan, dan meninjau dokumen-dokumen yang diserahkan oleh pihak-pihak yang bersangkutan.
§ 2. Pihak-pihak yang bersangkutan tidak boleh hadir dalam pemeriksaan yang disebutkan dalam § 1, nomor 1.

Kan. 1678 § 1. Dalam perkara nulitas perkawinan, sebuah pengakuan yuridis dan deklarasi dari pihak-pihak yang bersangkutan, dapat didukung oleh saksi-saksi yang dapat dipercaya, memiliki kekuatan hukum penuh, untuk kemudian dinilai oleh hakim setelah mempertimbangkan semua indikasi dan faktor-faktor yang mendukung, kecuali jika ada hal-hal yang muncul dan melemahkan.
§ 2. Dalam perkara yang sama, keterangan dari seorang saksi bisa menghasilkan satu bukti penuh jika itu menyangkut seorang saksi yang memenuhi syarat dalam membuat disposisi atas tindakan-tindakan yang dilakukan “ex officio”.
§ 3. Dalam perkara impotensi atau cacat kesepakatan nikah karena sakit mental, atau penyimpangan alami secara psikis, hakim harus meminta bantuan dari satu atau lebih ahli kecuali jika itu jelas menurut keadaan-keadannya bahwa hal itu akan menjadi tidak berguna jika dilakukan, dalam perkara-perkara lain kan. 1574 harus dicermati.
§ 4. Kapan saja, selama proses sebuah perkara, sebuah keraguan besar muncul atas sebuah perkawinan non-consummatum, pengadilan, setelah mendengarkan kedua belah pihak, bisa menangguhkan perkara nulitas, melengkapi persyaratan untuk dispensasi super rato, dan kemudian mengirimkannya kepada Tahta Suci bersama dengan permintaan dispensasi dari satu atau kedua pasangan dan dengan votum dari pengadilan dan dari uskup.

Art. 4. PUTUSAN, BANDING DAN EKSEKUSI

Kan. 1679. Putusan pertama mengenai deklarasi nulitas perkawinan, setelah melewati batas waktu yang ditetapkan dalam kan. 1630-1633, menjadi putusan eksekutif.

Kan. 1680 § 1. Pihak yang menganggap dirinya dirugikan, juga termasuk promotor iustitiae dan defensor vinculi, mempunyai hak untuk mengajukan keberatan atas putusan nulitas atau banding atas putusan sesuai kan 1619-1640.
§ 2. Setelah melewati batas waktu yang ditentukan oleh hukum untuk banding dan tuntutannya telah berlaku, dan setelah akta peradilan diterima oleh pengadilan instansi yang lebih tinggi, sebuah kolegium hakim dibentuk, ditetapkan seorang defensor vinculi, dan pihak-pihak yang bersangkutan diingatkan untuk mengajukan penilaian-penilaian mereka dalam batas waktu yang ditentukan, setelah masa waktu lewat, jika banding dengan jelas akan sungguh-sungguh tertunda, maka kolegium tribunal mengkonfirmasi putusan yang telah dibuat oleh instansi pertama.
§ 3. Jika banding diterima, proses peradilan harus diproses dengan cara yang sama sebagaimana yang dilaksanakan pada instansi pertama dengan penyesuaian seperlunya.
§ 4. Jika pada tingkat banding, ditetapkan sebuah dasar baru tentang nulitas perkawinan, tribunal dapat menerimanya dan mengadilinya sebagaimana terjadi pada instansi pertama.

Kan. 1681. Jika sebuah keputusan menjadi efektif, kapanpun seseorang bisa mengajukan diri ke pengadilan instansi ketiga sebuah pengajuan baru dari perkaranya sesuai kan. 1644, mengajukan argumen-argumen dan bukti-bukti baru dan berat dalam kurun waktu tigapuluh hari sejak sanggahan diajukan.

Kan. 1682 § 1. Setelah keputuasan nulitas perkawinan dinyatakan dan menjadi efektif, kedua pihak yang perkawinannya dinyatakan tidak sah sejak semula bisa mengadakan sebuah perkawinan baru kecuali dilarang sebagaimana yang tercantum pada keputusan itu atau larangan itu ditetapkan oleh ordinaris wilayah.
§ 2. Segera setelah keputusan menjadi efektif, vikaris yudisial harus memberitahu kepada ordinaris wilayah di mana perkawinan dulu dilaksanakan. Ordinaris wilayah harus memastikan bahwa deklarasi nulitas perwakinan itu dan jika ada larangan-larangan yang dicantumkan di dalamnya segera dicatat dalam buku perkawinan dan buku baptis.

Art. 5. Prosedur PERadilan PERKAWINAN yang lebih Singkat di hadapan Uskup

Kan. 1683. Uskup diosesan dari dirinya sendiri berkompeten untuk mengadili perkara-perkara nulitas sebuah perkawinan dengan proses yang lebih singkat, apabila:
1° Permohonan diajukan oleh kedua pasangan atau salah satu dari mereka, dengan persetujuan dari yang lain
2° Keadaan tentang fakta-fakta atau orang-orang, yang didukung oleh kesaksian-kesaksian atau dokumen-dokumen tidak memerlukan sebuah penyelidikan atau pemeriksaan yang lebih akurat dan menunjukkan sebuah nulitas yang nyata.

Kan. 1684. Libellus yang dikemukakan dalam proses yang lebih singkat, selain mencakup hal-hal yang ditentukan oleh kan. 1504, haruslah:
1° Memuat dengan singkat, secara utuh dan dengan jelas fakta-fakta yang mendasar dari permohonan
2° Menunjukkan bukti-bukti yang dapat secara langsung dikumpulkan oleh hakim,
3° Menunjukkan dokumen-dokumen dalam lampiran yang mendasari permohonan

Kan. 1685. Vikaris yudisial, dengan dekret yang sama yang menyatakan rumusan keraguan, menunjuk seorang instruktor dan seorang asesor, serta mengundang semua yang harus ambil bagian dalam sessi itu, yang mana harus berlangsung selama tiga puluh hari menurut kan. 1686.

Kan. 1686. Istruktor, sedapat mungkin, mengumpulkan bukti-bukti dalam sebuah sessi dan menentukan batas waktu lima belas hari untuk menyajikan penilaian-penilaian yang mendukung ikatan perkawinan dan pembelaan dari pihak-pihak yang bersangkutan, jika ada.

Kan. 1687 § 1. Setelah ia menerima akta peradilan, uskup diosesan, setelah berkonsultasi dengan istruktor dan asesor, dan setelah menganggapi penilaian dari defensor vinculi, dan jka ada, juga pembelaan dari pihak-pihak yang bersangkutan, membuat keputusan, jika tercapai suatu kepastian moral tentang nulitas perkawinan. Sebaliknya jika tidak, perkara dikembalikan dengan proses biasa.
§ 2. Teks utuh putusan, berikut alasan-alasannya hendaknya disampaikan kepada pihak-pihak yang bersangkutan sesegera mungkin.
§ 3. Banding melawan keputusan uskup dibuat kepada uskup metropolit atau kepada Rota Romana, namun apabila keputusan itu dibuat oleh uskup metropolit, banding ditujukan kepada uskup sufragan yang paling senior, jika banding atas putusan dari uskup yang tidak memiliki kekuasaan yang lebih tinggi di bawah kekuasan Roma, banding ditujukan kepada uskup yang dipilih olehnya sendiri dalam cara yang tetap.
§ 4. Jika banding dengan jelas akan sangat terunda-tunda, uskup metropolit atau uskup yang ditunjuk dalam § 3, atau dekan Rota Romana, hendaknya menolak dengan dekretnya sendiri, namun jika banding diterima, bagaimanapun, perkara itu dikirim ke proses biasa pada tingkat dua.

Art. 6. PROSES DOKUMENTAL

Kan. 1688. Setelah menerima permohonan yang diajukan menurut norma Kan. 1677, uskup diosesan atau vikaris yudisial atau hakim yang ditunjuk olehnya, melalui tindakan-tindakan proses resmi biasa, setelah memanggil pihak-pihak yang bersangkutan lewat campur tangan defensor vinculi, dapat mendeklarasikan nulitas sebuah perkawinan dengan suatu putusan jika sebuah dokumen yang tergoyahkan oleh bantahan atau keberatan apa pun yang nyata secara pasti mengenai adanya halangan yang menggagalkan atau mengenai cacat tata peneguhan yang legitim, asalkan nyata juga kepastian yang sama bahwa dispensasi tidak diberikan, atau bahwa kuasa hukum tidak memiliki mandat yang sah.

Kan. 1689 § 1. Melawan pernyataan itu defensor vinculi, jika dengan arif berpendapat bahwa cacat yang disebut dalam kan. 1688 atau tentang tidak adanya dispensasi itu tidak pasti, harus mengajukan banding kepada hakim instansi kedua; kepadanya akta harus dikirim, dan hakim itu harus diberitahu secara tertulis bahwa ini mengenai proses dokumental.
§ 2. Pihak yang merasa berkeberatan tetap berhak penuh untuk mengajukan banding.

Kan. 1690. Hakim instansi kedua dengan campurtangan defensor vinculi dan dengan mendengarkan pihak-pihak yang bersangkutan, hendaknya memutuskan dengan cara yang sama seperti disebut dalam kan. 1688, apakah putusan itu harus dikukuhkan, atau perkara harus diperiksa menurut proses hukum yang biasa; dalam hal demikian ia hendaknya mengirim kembali perkara itu kepada pengadilan instansi pertama.

Art. 7 NORMA-NORMA UMUM

Kan. 1691 § 1. Dalam putusan, pihak-pihak yang bersangkutan hendaknya diperingatkan mengenai kewajiban-kewajiban moral atau juga sipil yang mungkin mereka miliki satu terhadap yang lain dan terhadap anak, sejauh mengenai sustentasi dan pendidikannya.
§ 2. Perkara-perkara untuk menyatakan nulitas perkawinan tidak dapat ditangani dengan proses perdata lisan sebagaimana yang disebut dalam kan. 1656-1670.
§ 3. Dalam hal-hal lainnya sejauh menyangkut prosedur, kecuali hakekat perkara menghalanginya, haruslah diterapkan kanon-kanon mengenai peradilan pada umumnya dan peradilan perdata biasa, dengan tetap harus diindahkan norma-norma khusus mengenai perkara-perkara status pribadi dan perkara-perkara yang menyangkut kepentingan umum.

Comments

Popular Posts